Hot Posts

6/recent/ticker-posts

Gaza scholars await UK evacuation to pursue studies

Saat mahasiswa di Inggris merayakan diterima di universitas, Mahmoud (27) justru menerima kabar yang ditunggunya di tengah kondisi darurat di Gaza. Dokter muda itu mendapatkan beasiswa bergengsi untuk melanjutkan studi magister kebijakan kesehatan global di London School of Economics. Namun, kegembiraannya bercampur kecemasan karena ia belum tahu apakah bisa meninggalkan Gaza untuk memulai pendidikannya.

"Emosiku sangat tinggi saat tahu dapat beasiswa ini. Itu memberiku semangat untuk terus bekerja. Tapi aku jarang membicarakannya karena ketidakpastian yang terus membayangi," kata Mahmoud kepada BBC News.

Ia adalah salah satu dari sembilan pelajar Gaza yang menerima email dari pemerintah Inggris mengenai rencana evakuasi ke Inggris. Jika berhasil, mereka akan menjadi yang pertama bisa meninggalkan Gaza untuk belajar di Inggris sejak perang dimulai. Upaya ini muncul setelah tekanan dari berbagai pihak, termasuk politisi dan akademisi, untuk membantu lebih dari 80 pelajar Palestina yang memiliki tawaran studi di Inggris.

Beberapa penerima beasiswa Chevening—program kompetitif Kementerian Luar Negeri Inggris—telah diminta mengonfirmasi kesediaan mereka untuk dievakuasi dan memberikan lokasi terbaru di Gaza. Namun, tidak ada jaminan pasti, membuat mereka tetap waswas.

Mahmoud, yang pernah bekerja di rumah sakit al-Shifa sebelum beralih ke klinik darurat di Gaza, berharap ilmu yang didapat di Inggris suatu hari bisa membangun kembali sistem kesehatan yang hancur di tanah kelahirannya. "Ini kesempatan sekali seumur hidup, tapi berat meninggalkan keluarga yang terus menghadapi ancaman kelaparan, kekerasan, dan ketidakpastian," ujarnya.

Sementara itu, Mohammed (25), penerima beasiswa lain untuk studi epidemiologi di University of Glasgow, juga merasakan harapan sekaligus kesedihan. "Aku merasa bisa hidup lagi setelah kegelapan panjang. Tapi kebahagiaan ini terasa berat karena keluarga tetap berada di tengah bahaya," katanya.

Perang telah memutus akses keluar Gaza bagi warga Palestina tanpa bantuan diplomatik sejak Oktober 2023. Sementara itu, kelaparan di Gaza semakin parah, dengan lebih dari 62.000 korban tewas menurut Kementerian Kesehatan setempat.

Beberapa pelajar lain, seperti Manar (36), masih menunggu kabar evakuasi meski telah menerima beasiswa untuk studi doktoral di Glasgow. Ia bahkan harus naik ke atap bangunan rusak demi mengirim aplikasi beasiswanya. "Setiap hari aku bertanya, mana yang lebih dulu datang: pesan dari Inggris atau rudal," keluhnya.

Pemerintah Inggris menyatakan sedang berupaya memfasilitasi evakuasi sembilan pelajar tersebut tetapi belum memberikan kepastian bagi puluhan pelajar lain yang juga membutuhkan bantuan.

"Jika tidak bertindak sekarang, Inggris bukan hanya kehilangan kami, tetapi juga pelajar masa depan dari Gaza dan wilayah konflik lainnya," tegas Mahmoud.

Posting Komentar

0 Komentar