Kasus Lucy Letby, perawat yang dinyatakan bersalah atas pembunuhan dan percobaan pembunuhan terhadap sejumlah bayi, kembali menjadi sorotan. Munculnya bukti baru yang diklaim oleh tim pembela Letby menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah keadilan telah ditegakkan? Tim pembela, yang dipimpin oleh pengacara Mark McDonald, mengklaim bahwa bukti medis yang digunakan dalam persidangan tidak dapat diandalkan dan Letby tidak bersalah.
Pernyataan tersebut kontras dengan keyakinan keluarga korban yang meyakini Letby bersalah. Letby dihukum setelah persidangan selama 10 bulan yang mempertimbangkan berbagai macam bukti. Keluarga merasa pernyataan tim pembela hanya mengambil sebagian kecil bukti di luar konteks dan memicu kecemasan yang mendalam.
Salah satu kasus yang diperdebatkan adalah kasus bayi O. Jaksa penuntut umum berpendapat kematian bayi O disebabkan oleh cedera hati akibat benturan, mirip seperti kecelakaan mobil, ditambah bukti situasional yang menghubungkan Letby dengan kejahatan tersebut. Namun, seorang ahli patologi anak yang tidak terlibat dalam persidangan, meragukan klaim tersebut. Ahli patologi tersebut menyatakan bahwa lokasi dan kondisi jaringan hati bayi O tidak sesuai dengan cedera akibat benturan.
Perdebatan juga terjadi mengenai tuduhan Letby menyuntikkan udara ke dalam darah bayi O dan bayi lainnya, menyebabkan emboli udara. Jaksa penuntut menggunakan perubahan warna kulit sebagai bukti, merujuk pada studi tahun 1989. Namun, salah satu penulis studi tersebut, Dr. Shoo Lee, yang kini menjadi bagian dari tim ahli pembela Letby, menyatakan bahwa studi tersebut disalahgunakan. Ia menjelaskan perubahan warna kulit tidak ditemukan dalam kasus emboli udara pada bayi di mana udara masuk melalui vena, seperti yang didakwakan jaksa.
Lebih lanjut, Profesor Neena Modi, ahli lain dari tim pembela, menyatakan ada bukti emboli udara pasca-kematian, tetapi kemungkinan besar terjadi selama upaya resusitasi. Ia menyebut teori emboli udara sebagai "sangat spekulatif."
Teori lain yang muncul adalah klaim Dr. Richard Taylor, yang menyatakan bahwa seorang dokter secara tidak sengaja menusuk hati bayi O dengan jarum selama resusitasi. Klaim ini telah diteliti selama persidangan Letby, dan ahli patologi penuntut menyatakan tidak ada bukti penusukan jarum pada hati bayi O saat masih hidup. Ahli patologi anak yang diwawancarai BBC pun sependapat. Meskipun Dr Taylor mengakui belum melihat catatan medis bayi O, ia tetap bersikukuh pada pernyataannya.
Kontroversi juga muncul terkait dua kasus lain di mana juri memberikan vonis bersalah secara bulat, yaitu kasus bayi F dan L. Jaksa penuntut berpendapat kedua bayi tersebut diracun dengan insulin, berdasarkan tes darah. Namun, tim pembela mempertanyakan keakuratan tes darah tersebut dan menyatakan hasil tes berada dalam rentang yang diharapkan untuk bayi prematur. Klaim ini dianggap membingungkan oleh spesialis medis yang diwawancarai.
Kesimpulannya, bukti medis dalam kasus Lucy Letby menimbulkan keraguan dan perbedaan pendapat di antara para ahli. Baik tim penuntut maupun tim pembela memiliki argumen yang tidak sepenuhnya jelas. Saat ini, kasus tersebut berada di tangan Criminal Cases Review Commission (CCRC) untuk menentukan apakah kasus Letby perlu dikaji ulang oleh Pengadilan Banding.

0 Komentar