Elon Musk dan perusahaan media sosial X, sebelumnya dikenal sebagai Twitter, telah mencapai kesepakatan sementara dengan mantan karyawan yang menuntut ganti rugi pemutusan hubungan kerja senilai $500 juta (sekitar Rp7,4 triliun). Kesepakatan ini dilaporkan dalam dokumen pengadilan pada Rabu (22/8/2025), di mana kedua belah pihak meminta pengadilan banding di San Francisco untuk menunda sidang guna memberi waktu penyelesaian dokumen.
Kasus ini bermula ketika sekitar 6.000 karyawan—lebih dari separuh tenaga kerja Twitter—dipecat sebagai bagian dari penghematan biaya setelah Musk mengambil alih perusahaan pada 2022. Sejumlah mantan karyawan menggugat perusahaan karena dianggap tidak memberikan pesangon sesuai ketentuan, termasuk pembayaran senilai enam bulan gaji. Namun, Twitter hanya memberikan maksimal satu bulan gaji, sementara beberapa karyawan tidak menerima apa pun.
Menurut dokumen pengadilan yang dilihat BBC, kedua pihak telah menyetujui kesepakatan prinsip dan sedang merampungkan detailnya. Rincian kesepakatan belum diumumkan secara publik dan masih membutuhkan persetujuan pengadilan. Gugatan utama diajukan oleh mantan karyawan Twitter, Courtney McMillian, yang menuduh perusahaan melanggar hak pekerja terkait pesangon.
Pemutusan hubungan kerja massal di Twitter termasuk dalam gelombang awal perampingan di berbagai perusahaan teknologi untuk mengurangi biaya operasional. Musk, yang sebelumnya memangkas ribuan pegawai federal selama memimpin Departemen Efisiensi Pemerintah AS di era Donald Trump, kembali menerapkan kebijakan serupa di Twitter.
Perusahaan teknologi lain seperti Facebook, Google, dan Microsoft juga melakukan pemutusan hubungan kerja besar-besaran dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar akibat pembengkakan jumlah karyawan selama pandemi Covid-19.
Hingga berita ini diturunkan, X dan pengacara yang mewakili mantan karyawan belum memberikan komentar lebih lanjut.

0 Komentar